TUGAS
KELOMPOK
HAKIKAT
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Disusun Oleh : Kelompok
1. YUNITA SARI : 2009
141 067
2. M RAMDHAN N : 2009 141 068
3. KHAIRIL AZMI : 2009 141 071
4. RIAN SEPTIAN : 2009 141 072
Kelas III.B
Dosen :
Dra Hj. Zahara Zam, M.Pd
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BIMBINGAN
KONSELING
UNIVERSITAS
PGRI PALEMBANG
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas
makalah belajar dan pembelajaran yang berjudul “hakikat belajar dan
pembelajaran”, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Dan harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita khususnya bagi
para pembaca, Amin.
Daftar isi
Cover…………………………………………………………………………. 1
Kata
pengantar……………………………………………………………….. 2
Daftar
isi……………………………………………………………………… 3
Bab I PENDAHULUAN
Latar belakang masalah..….……………………………………………….... 4
Masalah……………………………………………………………………… 4
Tujuan dan
Manfaat.………………………………………………………… 4
Bab II PEMBAHASAN
Hakikat belajar dan
pembelajaran…………………………………………… 5
Bab III KESIMPULAN
Kesimpulan………………………………………………………………….. 24
Saran…………………………………………………………………………. 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan, manusia memiliki
rasionalitas berpikir untuk memecahkan masalahnya, baik berupa reaksi, aksi
maupun keinginan (cita-cita). Pengertian masing-masing suatu kesimpulan sebagai
belum final, valid, tidak mutlak dan lain sebagainya, memberi kebebasan untuk
menganut atau menolak suatu aliran.
B.
Rumusan Masalah
Mempelajari
hakikat belajar dan pembelajaran untuk mengetahui pentingnya belajar dan
pembelajaran.
C. Tujuan penulisan makalah
Makalah ini ditulis bertujuan untuk :
- memenuhi tugas kelompok pelajaran belajar dan pembelajaran
- mengetahui hakikat belajar dan pembelajaran
BAB II
Pembahasan
Hakiat Belajar Dan Pembelajaran
A.
Belajar Dan
Pembelajaran
1)
Guru
sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran.
2)
Siswa
sebagai pembelajaran di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman, dan tujuan.
3)
Guru
menyusun desain instruksional untuk membelajaran siswa.
4)
Guru
menyelengarakan kegiatan belajar mengajar.
5)
Guru
bertindak mengajar di kelas.
6)
Siswa
bertindak belajar.
a)
Siswa
Dampak Pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti angka rapor.
1.
Dampak
pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemapuan di bidang lain, suatu
transfer belajar.
7)
memperoleh
hasil belajar.
a.
Belajar
Menurut Pandangan Skinner
Bahwa belajar
adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responya menjadi lebih
baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar makanya responya menurun.
b.
Belajar
Menurut Gagne
Merupakan
kegiatan kompleks. Hasil belajar berupa kapalibitas. Setelah belajar memiliki
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai.
c.
Belajar
Menurut Pandangan Piaget
Berpendapat
bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi
terus-menerus denga lingkungan dan lingkungan mengalami perubahan.
d.
Belajar
Menurut Roggers
Menurut
pendapatnya, praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukan
pada segi belajar.
B.
Tujuan Belajar
dan Pembelajaran
1.
Tujuan
Instruksional, Tujuan pembelajaran, dan Tujuan Belajar.
Tujuan kurikulum
sekolah tersebut dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional yang terumus didalam undang-undang
pendidikan yang berlaku. Dalam hal ini misalnya Undang-Undang no.2 Tahun 1989
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, acuan pada kurikulum yang berlaku tersebut,
berarti juga berkaitan pada belajar yang ``harus`` diajarkan oleh guru. Bahan
belajar tersebut ditentukan oleh ahli kurikulum.
2.
Siswa
dan Tujuan Belajar
Siswa adalah
subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar di Sekolah. Dalam kegiatan
tersebut siswa mengalami tindak mengajar dan merespons denga tindak belajar.
C.
Unsur-Unsur
Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran.
1.
Dinamika
Siswa Dalam Belajar
2.
Dinamika
Guru dalam kegiatan pembelajaran
a. Bahan Belajar
Dapat berwujud
benda dan isi pendidikan. Isi pendidikan tersebut dapat berupa pengetahuan,
perilaku, nilai, sikap, dan metode pemerolehan. Sebagai ilustrasi buku biografi
Panglima Sudirman adalah bahan
belajar sejarah. Wujud buku biografi tersebut dapat dibuat menarik perhatian
siswa, misalnya dengan gambar yang bagus, foto-foto berwarna, dan bentuk huruf
yang indah.
b. Suasana Belajar
Kondisi gedung
sekolah dan tata ruang kelas, alat-alat belajar mempunyai pengaruh pada
kegiatan belajar. Disamping kondisi fisik tersebut, suasana pergaulan di
Sekolah juga berpengaruh pada kegiatan belajar.
c. Media dan Sumber Belajar
Dewasa ini media
dan sumber belajar dapat ditemukan dengan mudah. Sawah percobaan, kebun bibit,
kebun binatang, tempat wisata, museum yang dapat ditemukan di dekat kampus
Sekolah.
d. Guru Sebagai Subjek Pembelajaran
Guru adalah
subjek pembelajar siswa. Sebagai subjek pembelajaran guru berhubungan langsung
dengan siswa. Suswa SLTP dan SLTA adalah merupakan pribadi-pribadi yang sedang
berkembang. Guru memmpunyai peranan penting, sebagai berikut:
1.
Membuat
desain pembelajaran.
2.
Meningkatkan
diri.
3.
Bertindak
sebagai guru yang mendidik.
4.
Meningkatkan
professional keguruan.
5.
Melakukan
pembelajaran.
Pengertian belajar menurut kamus
bahasa Indonesia
:
Belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku
atau tanggapan
yang
disebabkan oleh pengalaman.
B Pengertian belajar menurut
beberapa ahli :
- James O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
- Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
- Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
- Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
- Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
- Djamarah, Syaiful Bahri, (Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
- Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
- R. Gagne (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) hal 22. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku
- Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln
- Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning mengemukakan bahwa: Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling berinteraksi.
- Lester D. Crow and Alice Crow (WWW. Google.com) Belajar adalah acuquisition of habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
- Ngalim Purwanto (1992) (WWW. Google.com) Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau pengalaman.
- Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
- Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
- Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
- Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
- Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
CIRI-CIRI BELAJAR
Ciri-ciri belajar adalah sebagai
berikut :
- Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
- Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
- Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
- Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.
Dari beberapa pengertian belajar
tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal
ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan
disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari
individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang
bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya
semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum
dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar
tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha
mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar
Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan
perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang
berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya
pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan
dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga,
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi
dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat
Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka
pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan
dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi
Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap
perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan,
maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat
dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri
maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak
ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat
positif.
Perubahan
perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan
menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu
mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan
pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi
Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip
perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia
kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk
memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan
perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang
psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca
dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang
psikologi pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat
pemanen.
Perubahan
perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi
bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan
menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan
terarah.
Individu melakukan
kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa
belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek
mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang
psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh
nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif
dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai
aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara
keseluruhan.
Perubahan perilaku
belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk
memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa
belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang
pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia
memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin
Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk
:
- Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
- Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
- Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
- Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
- Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997)
mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
- Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
- Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
- Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
- Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
- Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
- Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
- Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
- Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
- Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Sedangkan menurut Bloom,
perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam
kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan
aspek-aspeknya.
Berikut beberapa faktor pendorong
mengapa manusia memiliki keinginan untuk belajar:
- Adanya dorongan rasa ingin tahu
- Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan zaman dan lingkungan sekitarnya.
- Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri.
- Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.
- Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
- Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.
- Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
- Untuk mengisi waktu luang
JENIS-JENIS BELAJAR
A Menurut Robert M. Gagne
Manusia memilki beragam potensi,
karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipre-tipe belajar
yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar:
- Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam konteks inilah signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
- Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru member pertanyaan kemudian murid menjawab.
- Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
- Belajar asosiasi verbal (verbal Association). Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu. Membuat prosedur dari praktek kayu.
- Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa kata-kata atau benda yang mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.
- Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.
- Belajar dalil (rule learning). Tipe ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya.
- Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban atau penyelesaian dari masalah tersebut
Selain delapan jenis belajar,
Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar. Menurutnya sistematika
tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang mempunyai ciri-ciri sama dalam
satu katagori. Kelima hal tersebut adalah :
- keterampilan intelektual : kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.
- informasi verbal : seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.
- strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan berfikir.
- keterampilan motorik : seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.
- sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak
B Menurut Bloom
Benyamin S. Bloom (1956) adalah
ahli pendidikan yang terkenal sebagai pencetus konseptaksonomi belajar.
Taksonomi belajar adalah pengelompokkan tujuan berdasarkan domain atau kawasan
belajar. Menurut Bloom ada tiga dmain belajar yaitu :
1. Cognitive Domain (Kawasan
Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau
secara logis yang bias diukur dengan pikiran atau nalar. Kawasan ini tediri
dari:
• Pengetahuan (Knowledge).
• Pemahaman (Comprehension).
• Penerapan (Aplication)
• Penguraian (Analysis).
• Memadukan (Synthesis).
• Penilaian (Evaluation).
2. Affective Domain (Kawasan
afektif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti
perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Kawasan ini
terdiri dari:
• Penerimaan
(receiving/attending).
• Sambutan (responding).
• Penilaian (valuing).
• Pengorganisasian
(organization).
• Karakterisasi
(characterization)
3. Psychomotor Domain (Kawasan
psikomotorik). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan
yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan
fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari:
• Kesiapan (set)
• Meniru (imitation)
• Membiasakan (habitual)
• Adaptasi (adaption)
C Penggabungan Dari Tiga Ahli (A.
De Block, Robert M. Gagne, C. Van Parreren)
1. Belajar arti kata-kata.
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang
terkandung dalam kata-kata yang digunakan.
2. Belajar Kognitif. Tak dapat
disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek
yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau
lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.
3. Belajar Menghafal. Menghafal
adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga
nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan
materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila
diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.
4. Belajar Teoritis. Bentuk
belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan}
dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan
untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.
5. Belajar Konsep. Konsep atau
pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai
ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi
terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam
golongan tertentu.
6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah
{rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual skill},
yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih
dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu
keteraturan.
7. Belajar Berpikir. Dalam
belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi
tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus
dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah
serta metode-metode bekerja tertentu.
Konsep Dewey tentang berpikir
menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
• Adanya kesulitan yang dirasakan
dan kesadaran akan adanya masalah.
• Masalah itu diperjelas dan
dibatasi.
• Mencari informasi atau data dan
kemudian data itu diorganisasikan.
• Mencari hubungan-hubungan untuk
merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai,
diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
• Penerapan pemecahan terhadap
masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai pengujian kebenaran pemecahan
tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut Dewey, langkah-langkah
dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
• Kesadaran akan adanya masalah.
• Merumuskan masalah.
• Mencari data dan merumuskan
hipotesis-hipotesis.
• Menguji hipotesis-hipotesis
itu.
• Menerima hipotesis yang benar.
D Menurut UNESCO
UNESCO telah mengeluarkan kategori
jenis belajar yang dikenal sebagai empat pilar dalam kegiatan belajar ( A.
Suhaenah Suparno, 2000 ) :
1. Learning to know. Pada
Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar, dalam hal ini ada tiga
aspek : apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang belajar.
2. Learning to do. Hal ini
dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu mempersiapkan diri untuk
bekerja atau mencari nafkah. Jadi dalam hal ini menekankan perkembangan
ketrampilan untuk yang berhubungan dengan dunia kerja.
3. Learning to live together.
Belajar ini ditekankan seseorang/pihak yang belajar mampu hidup bersama, dengan
memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu berinteraksi dengan orang
lain secara harmonis.
4. Learning to be. Belajar ini
ditekankan pada pengembangan potensi insani secara maksimal. Setiap individu
didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Dengan learning to be
seseorang akan mengenal jati diri, memahami kemampuan dan kelemahanya dengan
kompetensi-kompetensinya akan membangun pribadi secara utuh.
PENGERTIAN PEMBELAJARAN
Istilah pembelajaran berhubungan
erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran
terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan
mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal
yang guru lakukan di dalam kelas.
A Pengertian pembelajaran menurut
kamus bahasa Indonesia
:
Pembelajaran adalah proses, cara
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
B Pengertian pembelajaran menurut
beberapa ahli :
- Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.
- Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
- Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ciri-ciri pembelajaran sebagai
berikut :
1. merupakan upaya sadar dan
disengaja
2. pembelajaran harus membuat
siswa belajar
3. tujuan harus ditetapkan
terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
4. pelaksanaannya terkendali,
baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya
PEMBELAJARAN, PENGAJARAN,
PEMELAJAR, DAN PEMBELAJAR
Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung
proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian ekstrim yang
berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami
siswa (Winkel,1991)
Pengajaran adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan
perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar, peringatan (tentang
pengalaman, peristiwa yang dialami atau dilihatnya). (Dariyanto S.S, Kamus
Bahasa Indonesia, 1997). Pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam
menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pengajaran juga diartikan sebagi
interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses
yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa.
Pemelajar adalah orang yang melakukan pengajaran.
Pembelajar adalah orang yang melakukan pembelajaran.
PRINSIP PEMBELAJARAN MENURUT
GAGNE DAN ATWI SUPARMAN
Beberapa prinsip pembelajaran
dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan mengadaptasi pemikiran Fillbeck (1974),
sebagai berikut :
- Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respon yang terjadi sebelumnya.
- Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda dilingkungan siswa.
- Perilaku yang timbul oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
- Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.
- Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.
- Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar.
- Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.
- Kebutuhan memecah materi kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkan dalam suatu model.
- Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih sederhana.
- Belajar akan lebih cepat, efisien, dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.
- Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih lambat.
- Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respon yang benar.
Dalam buku Condition of Learning,
Gagne (1997) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:
- Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.
- Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) : memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
- Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
- Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
- Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaan-pertanyaan yamng membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.
- memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
- memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan performance siswa.
- Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
- Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang telah dipelajari.
Teori-Teori Belajar
Jika menelaah literatur
psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari
aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis
teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme; (B) teori belajar
kognitivisme; (C) teori belajar konstruktivisme; (D) teori belajar humanisme
dan (E) teori belajar gestalt.
A. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang
dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond)
menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan
Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
- • Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
- • Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- • Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut
Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan
Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- • Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
- • Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut
B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan
B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- • Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- • Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang
membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning
terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan
oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.
4. Social Learning menurut Albert
Bandura
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Kajian konsep dasar
belajar dalam Teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar
merupakan salah satu jenis perilaku (behavior) individu atau peserta didik yang
dilakukan secara sadar. Individu berperilaku apabila ada rangsangan (stimuli),
sehingga dapat dikatakan peserta didik di SD/MI akan belajar apabila menerima
rangsangan dari guru. Semakin tepat dan intensif rangsangan yang diberikan oleh
guru akan semakin tepat dan intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik. Dalam belajar tersebut kondisi lingkungan berperan sebagai
perangsang (stimulator) yang harus direspon individu dengan sejumlah
konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang dihadapi peserta didik, ada yang
bersifat positif (misalnya perasaan puas, gembira, pujian, dan lain-lain
sejenisnya) tetapi ada pula yang bersifat negatif (misalnya perasaan gagal,
sedih, teguran, dan lain-lain sejenisnya). Konsekuensi positif dan negatif
tersebut berfungsi sebagai penguat (reinforce) dalam kegiatan belajar peserta
didik.
Seringkali guru mengaplikasikan konsep belajar menurut teori behaviorisme
secara tidak tepat, karena setiap kali peserta didik merespon secara tidak
tepat atau tidak benar suatu tugas, guru memarahi atau menghukum peserta didik
tersebut. Tindakan guru seperti ini (memarahi atau menghukum setiap kali
peserta didik merespon secara tidak tepat) dapat disebut salah atau tidak
profesional apabila hukuman (negative consequence) tidak difungsikan sebagai
penguat atau reinforce.
Peserta
didik seringkali melakukan perilaku tertentu karena meniru apa yang dilihatnya
dilakukan orang lain di sekitarnya seperti saudara kandungnya, orangtuanya,
teman sekolahnya, bahkan oleh gurunya. Oleh sebab itu dapat dikatakan, apabila
lingkungan sosial di mana peserta didik berada sehari-hari merupakan lingkungan
yang mengkondisikan secara efektif memungkinkan suasana belajar, maka peserta
didik akan melakukan kegiatan atau perilaku belajar yang efektif.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan
prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The
Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
B. Teori Belajar Kognitivisme
Teori
belajar kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, yang didasarkan
pada kegiatan kognitif dalam belajar. Para
ahli teori belajar ini berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan
struktur ingatan atau cognition dalam aktifitas belajar. Cognition diartikan
sebagai aktifitas mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan
pengetahuan (Lefrancois, 1985). Tekanan utama psikologi kognitif adalah
struktur kognitif, yaitu perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang
mencakup ingatan jangka panjangnya (long-term memory). Psikologi kognitif
memandang manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi
informasi untuk diproses. Perkatian utama psikologi kognitif adalah upaya
memahami proses individu mencari, menyeleksi, mengorganisasikan, dan menyimpan
informasi. Belajar kognitif berlangsung berdasar schemata atau struktur mental
individu yang mengorganisasikan hasil pengamatannya.
Struktur mental individu tersebut berkembangan sesuai dengan tingkatan
perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif
seseorang semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilannya dalam memproses
berbagai informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan, baik
lingkungan phisik maupun lingkungan sosial. Itulah sebabnya, teori belajar
kognitivisme dapat disebut sebagai (1) teori perkembangan kognitif, (2) teori
kognisi sosial, dan (3) teori pemrosesan informasi.
1. Perkembangan Kognitif menurut
Piaget
Piaget merupakan salah seorang
tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu
sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami
perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan
individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat
tahap yaitu :
(1) sensory motor;
(2) pre operational;
(3) concrete operational dan
(4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu
yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their
mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses
to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or
concepts by the process of assimilation”
Asimilasi ditempuh ketika individu menyatukan informasi baru ke perbendaharaan
informasi yang sudah dimiliki atau diketahuinya kemudian menggantikannya dengan
informasi terbaru. Individu mengorganisasikan makna informasi itu ke dalam
ingatan jangka panjang (long-term memory). Ingatan jangka panjang yang
terorganisasikan inilah yang diartikan sebagai struktur kognitif. Struktur
kognitif berisi sejumlah coding yang mengadung segi-segi intelek yang mengatur
atau memerintah perilaku individu; perubahan perilaku mendasari penetapan
tahap-tahap perkembangan kognitif. Tiap tahapan perkembangan menggambarkan isi
struktur kognitif yang khas sesuai perbedaan antar tahapan. Tahapan
perkembangan belajar menurut Piaget di gambarkan pada diagram di bawah ini :
- Sensorimotor inteligence (lahir s.d usia 2 tahun): perilaku terikat pada panca indera dan gerak motorik. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif telah dapat diamati
- Preoperation thought (2-7 tahun): tampak kemampuan berbahasa, berkembang pesat penguasaan konsep. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif telah dapat diamati
- Concrete Operation (7-11 tahun): berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk memecahkan masalah konkrit. Konsep dasar benda, jumlah waktu, ruang, kausalitas
- Formal Operations (11-15 tahun): kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan. Anak mampu memprediksi, berpikir tentang situasi hipotesis, tentang hakekat berpikir serta mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Sarkasme, bahasa gaul, mendebat, berdalih adalah sisi bahasa remaja cerminan kecakapan berpikir abstrak dalam/melalui bahasa
Dikemukakannya pula, bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya
banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
- Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
- Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
- Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
- Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
2. Kognisi Sosial oleh L.S.
Vygotsky
L.S.
Vygotsky, mendasari pemikiran bahwa budaya berperan penting dalam belajar seseorang.
Budaya adalah penentu perkembangan, tiap individu berkembang dalam konteks
budaya, sehingga proses belajar individu dipengaruhi oleh lingkungan utama
budaya keluarga. Budaya lingkungan individu membelajarkannya apa dan bagaimana
berpikir. Konsep dasar teori ini diringkas sebagai berikut:
- Budaya memberi sumbangan perkembangan intelektual individu melalui 2 cara, yaitu melalui (i) budaya dan (ii) lingkungan budaya. Melalui budaya banyak isi pikiran (pengetahuan) individu diperoleh seseorang, dan melalui lingkungan budaya sarana adaptasi intelektual bagi individu berupa proses dan sarana berpikir bagi individu dapat tersedia.
- Perkembangan kognitif dihasilkan dari proses dialektis (proses percakapan) dengan cara berbagi pengalaman belajar dan pemecahan masalah bersama orang lain, terutama orangtua, guru, saudara sekandung dan teman sebaya.
- Awalnya orang yang berinteraksi dengan individu memikul tanggung jawab membimbing pemecahan masalah; lambat-laun tanggung jawab itu diambil alih sendiri oleh individu yang bersangkutan.
- Bahasa adalah sarana primer interaksi orang dewasa untuk menyalurkan sebagian besar perbendaharaan pengetahuan yang hidup dalam budayanya.
- Seraya bertumbuh kembang, bahasa individu sendiri adalah sarana primer adaptasi intelektual; ia berbahasa batiniah (internal language) untuk mengendalikan perilaku.
- Internalisasi merujuk pada proses belajar. Menginternalisasikan pengetahuan dan alat berpikir adalah hal yang pertama kali hadir ke kehidupan individu melalui bahasa.
- Terjadi zone of proximal development atau kesenjangan antara yang sanggup dilakukan individu sendiri dengan yang dapat dilakukan dengan bantuan orang dewasa.
- Karena apa yang dipelajari individu berasal dari budaya dan banyak di antara pemecahan masalahanya ditopang orang dewasa, maka pendidikan hendaknya tidak berpusat pada individu dalam isolasi dari budayanya.
- Interaksi dengan budaya sekeliling dan lembaga-lembaga sosial sebagaimana orangtua, saudara sekandung, individu dan teman sebaya yang lebih cakap sangat memberi sumbangan secara nyata pada perkembangan intelektual individu.
3. Pemprosesan Informasi dari
Robert Gagne
Asumsi yang
mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran.
Model
belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information
processing, karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf struktural
sistem informasi, yaitu:
- a. Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui sensory register, tetapi hanya disimpan untuk periode waktu terbatas. Agar tetap dalam sistem, informasi masuk ke working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory.
- b. Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di working memory, dan di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan working memory sangat terbatas kapasitas isinya dan memperhatikan sejumlah kecil informasi secara serempak.
- c. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas isinya sehingga mampu menampung seluruh informasi yang sudah dimiliki peserta didik. Kelemahannya adalah betapa sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya.
Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3)
pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik.
C. Teori Belajar Konstruktivisme
Konsep
belajar menurut teori belajar konstruktivisme yaitu pengetahuan baru
dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya. Pendekatan konstruktivisme dalam proses
pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa tiap individu memiliki kemampuan
untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah
dimilikinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme
merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina
sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada
dalam diri mereka masing-masing.
Guru
hanya sebagai fasilitator atau pencipta kondisi belajar yang memungkinkan
peserta didik secara aktif mencari sendiri informasi, mengasimilasi dan
mengadaptasi sendiri informasi, dan mengkonstruksinya menjadi pengetahuan yang
baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki masing-masing. Berikt tabel
peranan peserta didik dan guru dalam pembelajaran konstruktivisme
Peranan Peserta Didik Peranan
Guru
• Berinisiatif mengemukakan masalah
• Mendorong peserta didik agar
dan pokok pikiran, kemudian
masalah atau pokok pikiran yang
menganalisis dan menjawabnya
dikemukakannya sejelas mungkin
sendiri. agar teman sekelasnya
dapat turut
• Bertanggungjawab sendiri
terhadap serta menganalisis dan menjawabnya.
kegiatan belajarnya atau •
Merancang skenario pembelajaran
penyelesaiakan suatu masalah.
agar peserta didik merasa
• Secara aktif bersama dengan
teman bertanggungjawab sendiri dalam
sekelasnya mendiskusikan kegiatan
belajarnya.
penyelesaian masalah atau pokok •
Membantu peserta didik dalam
pikiran yang mereka munculkan,
dan penyelesaian suatu masalah atau
apabila dirasa perlu dapat pokok
pikiran apabila mereka
menanyakannya kepada guru.
mengalami jalan buntu.
• Atas inisiatif sendiri dan mandiri
• Mendorong peserta didik agar
berupaya memperoleh pemahaman
mampu mengemukakan atau
yang mendalam (deep
understanding) menemukan masalah atau pokok
terhadap sesuatu topik masalah
pikiran untuk diselesaikan dalam
belajar. proses pembelajaran di
kelas.
• Secara langsung belajar saling
• Mendorong peserta didik untuk
mengukuhkan pemikiran di antara
belajar secara kooperatif dalam
mereka, sehingga jiwa sosial
mereka menyelesaikan suatu masalah atau
menjadi semakin dikembangkan.
pokok pikiran yang berkembang
• Secara aktif mengajukan dan
kelas.
menggunakan berbagai hipotesis •
Mendorong peserta didik agar secara
(kemungkinan jawaban) dalam aktif
mengerjakan tugas-tugas yang
memecahkan suatu masalah.
menuntut proses analisis, sintesis,
• Secara aktif menggunakan
berbagai dan simpulan penyelesaiannya.
data atau informasi pendukung
dalam • Mengevaluasi hasil belajar peserta
penyelesaian suatu masalah atau
didik, baik dalam bentuk penilaian
pokok pikiran yang dimunculkan
proses maupun dalam bentuk
sendiri atau yang dimunculkan
oleh teman sekelas. penilaian produk.
Tasker
(1992:30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme
sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara
gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara
gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley
(1991:12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran
dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat
diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif peserta
didik. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian
melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Dalam
upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996:20)
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai
berikut: (1) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan
gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba gagasan
baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki peserta didik, (5) mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Diharapkan melalui pemeblajaran konstruktivisme, peserta didik dapat tumbuh
kembang menjadi individu yang penuh kepercayaan diri yang memiliki sifat-sifat
antara lain:
a. Bersikap terbuka dalam
menerima semua pengalaman dan mengembangkannya menjadi persepsi atau
pengetahuan yang baru dan selalu diperbaharui;
b. Percaya diri sehingga dapat
berperilaku secara tepat dalam menghadapi segala sesuatu;
c. Berperasaan bebas tanpa merasa
terpaksa dalam melakukan segala sesuatu tanpa mengharapkan atau tergantung pada
bantuan orang lain;
d. Kreatif dalam mencari pemecahan
masalah atau dalam melakukan tugas yang dihadapinya.
D. Teori Belajar Humanisme
Teori
belajar humanisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan yang melibatkan
potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif. Ibu, yang
dicontohkan di atas hanya melihat kegiatan belajar anaknya dari sisi afektif
semata tanpa menyadari bahwa sisi afektif (perasaan) dan konatif (psikomotorik)
turut pula berperan dalam belajar.
Salah
seorang tokoh teori belajar humanisme adalah Carl Ransom Rogers (1902- 1987)
yang lahir di Oak Park, Illinois,
Chicago,
Amerika Serikat. Rogers
terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran
fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis. Ide dan konsep
teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya yang
banyak dipengaruhi oleh teori kebutuhan (needs) yang diperkenalkan Abraham H.
Maslow.
Menurut
teori kebutuhan Maslow, di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah kebutuhan
yang tersusun secara berjenjang, mulai dari kebutuhan yang paling rendah tetapi
mendasar (physiological needs) sampai pada jenjang paling tinggi (self
actualization). Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengaktualisasi diri,
yang oleh Carl R. Rogers disebut dorongan untuk menjadi dirinya sendiri (to
becoming a person). Peserta didik pun memiliki dorongan untuk menjadi dirinya
sendiri, karena di dalam dirinya terdapat kemampuan untuk mengerti dirinya
sendiri, menentukan hidupnya sendiri, dan menangani sendiri masalah yang
dihadapinya. Itulah sebabnya, dalam proses pembelajaran hendaknya diciptakan
kondisi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif
mengaktualisasi dirinya.
Aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan
sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Proses aktualisasi diri
seseorang berkembang sejalan dengan perkembangan hidupnya karena setiap
individu, dilahirkan disertai potensi tumbuh-kembang baik secara fisik maupun
secara phisik masing-masing. Proses tumbuh-kembang pada setiap individu
mengikuti tahapan, arah, irama, dan tempo sendiri-sendiri, yang ditandai oleh
berbagai ciri atau karakteristiknya masing-masing. Ada individu yang tempo perkembangannya cepat
tetapi iramanya tidak stabil dan arahnya tidak menentu, dan ada pula individu
yang tempo perkembangannya tidak cepat tetapi irama dan arahnya jelas. Dalam
kaitannya dengan proses pendidikan formal (sekolah), Slavin (1994:70- 110)
mengelompokkan tahapan perkembangan anak, yaitu (1) tahapan early childhood,
(2) tahapan middle childhood, dan (3) tahapan adolescence, dengan dimensi utama
perkembangan mencakup (a) dimensi kognitif, (b) dimensi fisik, dan (c) dimensi
sosioemosi. Tiap dimensi perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda antara tahapan perkembangan yang satu dengan tahapan perkembangan yang
lainnya.
Pada tahapan early childhood,
perkembangan individu dalam dimensi perkembangan kognitif lebih ditandai oleh
penguasaan bahasa (language aquisition). Individu pada tahapan perkembangan ini
mendapatkan banyak sekali perbendaharaan bahasa. Sejak lahir sampai pada usia 2
tahun biasanya individu (bayi) mencoba memahami dunia sekitarnya melalui
penggunaan rasa (senses). Pengetahuan atau apa yang diketahuinya lebih banyak
didasarkan pada gerakan fisik, dan apa yang dipahaminya terbatas pada kejadian
yang baru saja dialaminya.
Pada
tahapan perkembangan middle childhoods, perkembangan kognitif seseorang mulai
bergeser ke perkembangan proses berpikir. Pada awalnya, proses berpikir
individu pada tahapan perkembangan ini dimulai dengan hal-hal konkrit
operasional, dan selanjutnya ke hal-hal abstrak konseptual. Apabila individu
gagal dalam perkembangan proses berpikir dalam hal-hal konkrit operasional,
maka besar kemungkinan mengalami kesulitan dalam proses berpikir abstrak
konseptual.
Pada tahapan perkembangan adollescence, perkembangan kognitif lebih ditandai
oleh perkembangan fungsi otak (brain) sebagai instrumen berpikir. Berpikir
formal operasional atau berpikir abstrak konseptual mulai berkembang; di samping
itu mulai berkembang pola pikir reasoning (penalaran) baik secara induktif
(khusus=>umum) maupun secara deduktif (umum=>khusus). Dalam menghadapi
segala kejadian atau pengalaman tertentu, individu mengajukan hipotesis atau
jawaban sementara yang menggunakan pola pikir deduktif.
E. Teori Belajar Gestalt
Gestalt
berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
- Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang
mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
- Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
- Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
- Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
- Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam
proses pembelajaran antara lain :
- Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
- Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
- Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
- Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
- Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.
Judd menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian
menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi
apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
B. Prinsip Perencanaan
Pembelajaran
Sejumlah
prinsip yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik
atau dalam pengembangan kurikulum di SD/MI (termasuk pula pada satuan
pendidikan lainnya pada tingkat pendidikan dasar dan menengah) adalah Kurikulum
hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjaab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi
sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Prinsip ini
sesuai dengan konsep dasar teori belajar konstruktivisme dan humanisme, karena
peserta didik melakukan kegiatan belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya
dan diarahkan ke pemenuhan kebutuhan dirinya.
1. Prinsip Kurikulum
(2) Prinsip beragam dan terpadu.
(3) Prinsip tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
(4) Prinsip relevan dengan
kebutuhan kehidupan
(5) Prinsip menyeluruh dan
berkesinambungan.
(6) Prinsip belajar sepanjang
hayat
(7) Prinsip seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Secara operasional, pengembangan
kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
(a) Peningkatan iman dan takwa
serta akhlak mulia.
(b) Peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta
didik
(c) Keragaman potensi dan
karakteristik daerah dan lingkungan.
(d) Tuntutan pengembangan daerah
dan nasional
(e) Tuntutan dunia kerja
(f) Perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
(g) Agama.
(h) Dinamika perkembangan social
(i) Persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan
(j) Kondisi sosial budaya masyarakat
setempat
(k) Kesetaraan jender.
(l) Karakteristik satuan
pendidikan.
Prinsip penyusunan silabus
(a) lmiah, artinya keseluruhan
materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara keilmuan, terutama ilmu pendidikan dan
pembelajaran;
(b) Relevan, artinya cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan
spiritual peserta didik;
(c) Sistematis, artinya
komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi;
(d) Konsisten, artinya adanya
hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator,
materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan
sistem penilaian;
(e) Memadai, artinya cakupan
indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan
pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi
belajar;
(f) Aktual dan Kontekstual,
artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian meperhatikan perkembangan ilmu
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi;
(g) Fleksibel, artinya
keseluruhan komponen pribadi dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, serta
dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat; dan
(h) Menyeluruh, artinya komponen
silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
menurut kelompok kami dengan mengetahui
hakikat belajar maka kita akan lebih mudah dalam melaksanakan proses belajar
dan pembelajaran yang menuntut kita agar
lebih menyukai belajar dan pembelajaran sebelum melaksanakannya. Jadi kita
harus mengetahui hakikat belajar dan pembelajaran terlebih dahulu.
Saran
Kami sebagai penulis apabila dalam
penulisan dan penyusunan ini terdapat kekurangan dan kelebihan maka kritik dan
saran dari pembaca dan pembimbing kami harapkan sehingga dalam pembuatan
makalah yang selanjutnya lebih baik dari yang sebelumnya kami hanyalah manusia
biasa yang tidak lepas dari kesalahan sehingga tanpa dukungan dan saran
pembimbing sangat jauh bagi kami untuk mencapai kesempurnaan.
Akhirnya, hanya kepada Allah lah penulis
selalu mengharap ridhoNya. Semoga dari penulisan yang terbatas ini, bisa
mendatangkan manfaat yang tiada batas. Amien.....